Dalam hal memilih bahan-aktif yang bermanfaat bagi kulit untuk meng-improve tampilan penuaan dini, baik itu hiperpigmentasi, kemerahan atau garis halus terkadang memang membingungkan dengan banyaknya pilihan bahan yang bermanfaat atau fungsinya yang saling tumpang-tindih antar satu bahan aktif dengan lainnya. Belum lagi jika ada produsen yang menjual produk dengan konsentrasi bahan aktif yang jauh lebih tinggi dari yang biasa ditemukan produk skincare pasaran—atau lebih parah malah menjual 100% serbuk bahan baku—ke konsumen akhir: memilih produk anti-aging yang tepat menjadi lebih membingungkan lagi atau malah berisiko menimbulkan sensitisasi jika kita terlalu tergesa-gesa memakai beberapa bahan aktif sekaligus dalam waktu bersamaan atau rentang waktu yang singkat.
Jadi bagaimana pendekatan yang dapat kita ambil untuk mulai memakai bahan aktif dalam rangka proses memulai rangkaian skincare anti-aging sehari-hari?
BATAS ATAS & BATAS BAWAH KEEFEKTIFAN
Pertama perlu diketahui walau beberapa bahan aktif dapat memiliki fungsi yang sama—misal arbutin, niacinamide atau retinol sama-sama dapat meng-improve tampilan hiperpigmentasi—cara kerja bahan aktif ini berbeda-beda dan sel kulit juga memiliki receptor yang berbeda terhadap ‘sinyal’ masing-masing bahan aktif.
Untungnya beberapa bahan aktif sudah diregulasi keamanannya melalui batas maksimal konsentrasinya agar mengurangi risiko timbulnya efek samping iritasi. Akan tetapi, tidak ada aturan pasti terkait batas minimum konsentrasi bahan aktif tersebut dalam kosmetik agar efektif bermanfaat bagi kulit. Sayangnya kita sebagai konsumen juga tidak dapat tahu pasti bahwa klaim produknya berdasarkan sekadar ‘mengandung’ saja atau benar-benar diformulasikan dalam konsentrasi yang memungkinkan produknya untuk bekerja efektif.
Karena tiap bahan aktif—terlepas dari sumber bahan bakunya sebelum disintesis—cara kerjanya berbeda belum lagi jika perbandingan senyawa ‘murni’ bahan aktif dengan senyawa turunannya (derivative), tiap bahan memiliki konsentrasi efektif yang berbeda: ada yang dalam konsentrasi di bawah 1% sudah efektif, dan malah juga sebaliknya. Berikut adalah sebagian—namun tidak terbatas pada—contoh kisaran konsentrasi untuk bahan aktif bekerja efektif dalam memberi khasiat bagi kulit dalam formula kosmetik:
- Niacinamide: 2-5%
- Retinol: 0.01% s.d. 1%
- Arbutin: mulai dari 3%
- Sodium Ascorbyl Phosphate: mulai dari 1%
- Ascorbic acid: mulai dari 5%
- Allantoin: 0.1-0.5%
- Salicylic acid: 1-2% sebagai keratolytic
- Alpha hydroxy acid: minim 5%
- Ceramide (konsentrasi akhir): 0.3-0.7% untuk optimal ‘memperbaiki’ skin barrier hanya jika dikombinasi dengan ratio spesifik bersamaan dengan asam lemak dan cholesterol.
KONSENTRASI MELEBIHI BATAS ATAS = MUBAZIR?
Jika dalam pengobatan klinis sesungguhnya sudah ada namanya Law of diminishing returns—yang juga dikenal dalam teori ekonomi—menjelaskan bahwa: setiap tambahan kuantitas (dosis) input (bahan tertentu) melewati titik tertentu malah semakin menghasilkan tambahan output (khasiat) yang semakin kecil, yang dengan demikian dapat memberi gambaran setelah melewati titik mana efek samping dari bahan tertentu menjadi lebih besar daripada tambahan manfaatnya.
Contoh misalnya sunscreen yang dari SPF 15 ke SPF 30 memiliki peningkatan perlindungan radiasi UV yang lebih signifikan dibanding SPF 30 ke SPF 50, dan dari SPF 50 ke SPF >50 tidak terlalu memberi tambahan perlindungan signifikan untuk dipakai sehari-hari atau karena SPF >50 karena semakin tinggi kandungan UV filternya maka lebih cenderung meninggalkan whitecast yang membuat konsumen memakai SPF kurang memadai dan memberi false sense of security seakan-akan lebih aman jika tidak di-reapply.
Untuk masalah kemubaziran bahan dengan dosis tinggi dalam kosmetik, contohnya misal niacinamide, walaupun hingga konsentrasi 20% dianggap aman di beberapa negara, kebanyakan data yang menunjukkan manfaat niacinamide adalah pada kisaran 2-5%, sehingga perbandingan tambahan manfaat dengan menambah 15% ini adalah sesuatu yang masih abu-abu atau jikapun ada yang merasa manfaatnya untuk kasus masalah kulit yang sudah 'lanjutan' ini kebanyakan adalah pengalaman anecdotal.
Oleh karena berbagai pertimbangan di atas, menjawab pertanyaan dari judul topik ini: benar untuk tahu batas maksimal bahan aktif untuk meminimalisir efek samping iritasi atau sensitisasi atau pada konsentrasi seberapa bahan tersebut beralih fungsi menjadi obat yang hanya dapat diaplikasikan dalam lingkungan profesional medis.
Namun, dengan mengetahui batas minimal keefektifan suatu bahan juga dapat membantu kita mengetahui apakah bahan tersebut hanya sekadar 'terkandung' di produk skincare demi kepentingan marketing atau benar dapat efektif walau dalam konsentrasi kecil berdasarkan hubungan dose-response-nya masing-masing yang saling bersinergi membantu kulit. Dalam menentukan formulasi produk sesuai pendekatan inilah merupakan komitmen GN yang secara spesifik memastikan bahan aktif tetap efektif dan gentle (meminimalisir efek samping sensitisasi) agar nyaman digunakan secara rutin atau jika dikombinasikan dengan produk yang sudah gentle lainnya.
REFERENCES:
- Indian Dermatology Online Journal, Nov-Dec 2017, Vol. 8 (Issue 6), Pages 406–442
- Dermatologic Surgery, May 1998, Vol. 24, (Issue 5), Pages 573-578
- Journal of Investigative Dermatology, Volume 106, Issue 5, May 1996, Pages 1096-1101
- Journal of the American Board of Family Medicine, May-Jun 2010, Vol. 23 (Issue 3) Pages 371-375
- Journal of Clinical and Aesthetic Dermatology, Feb 2010, Vol.3 (Issue 2), Pages 22–41
- Frontiers in Medicine (Lausanne), Sep 2019, Vol.6, Pages 195