Ketika Basic Skincare Tak Lagi Dapat Mengatasi Jerawat


by Glow Necessities
Ketika Basic Skincare Tak Lagi Dapat Mengatasi Jerawat
Photo: Courtesy of Sophie Harris-Taylor

Acne atau jerawat adalah kondisi gangguan kulit yang paling umum dialami—tak terkecuali jika kita sedang mengalami masa puber atau sudah dewasa—dan hal yang wajar jika kita ingin agar cepat “bebas” atau setidaknya dapat dikontrol.

Walaupun benar jika tindakan sederhana seperti menggunakan basic skincare (cleanser dan pelembab) untuk menjaga hidrasi kulit dan melindungi kulit dari sinar UV saja dapat memberi manfaat untuk kesehatan kulit secara umum atau bahkan meredakan penampakan jerawat—hingga pada batas kondisi tertentu—ada kalanya jerawat yang “membandel” dan ini merupakan hal yang biasa.

Memahami batasan-batasan sampai mana produk skincare atau obat bebas di pasaran (over-the-counter drugs) berpengaruh terhadap jerawat dan bahan atau tindakan apa saja yang tepat untuk mengatasinya akan membantu kita mencegah jerawat menjadi semakin parah atau bahkan meninggalkan bekas yang mengganggu.

TERBENTUKNYA JERAWAT

Mengenai bagaimana jerawat terbentuk di kulit adalah langkah penting untuk proses pengambilan keputusan dalam menanganinya.

Sumber: Nucleus Medical Media

Jerawat terbentuk dari timbunan produksi sebum berlebih—yang disebabkan faktor genetik, hormonal, gaya hidup, paparan lingkungan, efek samping obat atau inflamasi dari berbagai faktor pemicu iritasi—yang kemudian tersumbat oleh gumpalan sel kulit mati di pori-pori di area kulit yang memiliki kelenjar minyak yang aktif: terutama di leher, wajah, dada atau area punggung, dan jika terjadi “kebocoran” di pilosebaceous unit (kantong di pori-pori yang menampung sebum) maka jerawat yang timbul akan dipenuhi nanah karena merupakan tempat yang ideal bagi bakteri C. acnes yang populasinya jadi berlebihan menjadi kondisi acne vulgaris. Dengan melihat proses terbentuknya jerawat ini, maka diketahui bahwa ada beberapa pendekatan untuk menangani jerawat ini:

  1. Dengan “melebur” gumpalan sebum dan se kulit mati yang ada di pori-pori sehingga jalur keluarnya sebum dari kelenjar minyak ke permukaan kulit kembali lancar atau seimbang secara konsisten
  2. Dengan mengendalikan produksi sebum di kelenjar minyak agar tetap seimbang.
  3. Dengan mengendalikan overpopulasi bakteri C. acnes agar kembali ke jumlahnya yang normal
  4. Dengan mengurangi inflamasi atau peradangan yang timbul agar bekas jerawat bisa diminimalisir.

Dengan melihat alur proses tersebut, bisa dimengerti jika timbulnya jerawat karena kondisi kulit yang tidak normal itu bukan semata-mata karena kondisi kulit yang “kotor”.

BAHAN-BAHAN PENGONTROL JERAWAT

Selama berpuluh tahun sulfur dipercaya sebagai solusi untuk jerawat karena sifatnya yang anti-bakteri dan mengurangi sebum yang ada di kulit (astringent). Namun seiring berjalannya waktu, studi yang terbaru menunjukkan bahwa sifatnya yang astringent ini pada saat bersamaan juga berisiko tinggi memicu iritasi (iritan) dan mengganggu skin barrier jika digunakan dalam jangka panjang. Adapun pedoman regulasi yang ada di Indonesia juga menyatakan bahwa sulfur dan berbagai bahan abrasif (scrub, baik yang alami maupun sintetis) sudah dianggap tidak efektif lagi dalam menangani jerawat. Oleh karena itu mengapa penting untuk kulit kita terawat dengan produk skincare yang formulasinya up-to-date berdasarkan data terbaru yang tersedia.

Bahan yang well-researched atas khasiatnya dalam membantu jerawat—jika digunakan berdampingan dengan basic skincare & sunscreen yang diformulasi dengan baik—barisan pertamanya adalah: salicylic acid.

Salicylic acid—jika diformulasikan pada pH yang tepat dan konsentrasi efektif (minim 1%, maksimal 2%)—pada formula exfoliant non-bilas hingga kini paling banyak didukung studi publikasi untuk menjaga kelancaran proses deskuamasi—peleburan sel kulit mati & gumpalan sebum—di pori-pori tersumbat karena sifatnya yang keratolytic dan oil-soluble. Selain itu salicylic acid juga memiliki sifat anti-radang, sehingga menjadi bahan aktif yang ideal untuk mengurangi kemerahan pada jerawat ringan.

Bahan-bahan aktif lain seperti niacinamide dan antioksidan turunan vitamin C sodium ascorbyl phosphate juga mulai memiliki studi pendukung yang promising sebagai pelengkap perawatan jerawat yang efektif di samping manfaat utamanya untuk soothing dan meratakan tampilan skin tone, sehingga membantu mengurangi durasi bekas jerawat memerah atau menggelap (post inflammatory erythema atau post inflammatory hyperpigmentation) yang timbul.

SUPAYA TIDAK MEMPERPARAH

Setelah melihat pathophysiology di atas, karena jerawat adalah kondisi inflamasi pada kulit, maka bagaimana kita tidak semakin memperparah kondisi inflamasi ini dan menghindari “jalan pintas” untuk mengeringkan jerawat—berdasarkan mitos semata: karena jerawat tidak terbentuk dari komponen air—yang malah membuat kulit dehidrasi sangat berkontribusi terhadap keseimbangan skin barrier, tekstur kulit, atau bekas jerawat yang makin membandel. Analoginya begini: jika kita adalah pecandu rokok yang ingin organ tubuh berfungsi dengan baik dan normal lagi, pilihannya apakah:

a. Makan brokoli saja setiap hari, namun masih tetap merokok satu bungkus per hari dan berharap tubuh sehat kembali?

ATAU

b. Berhenti merokok, lalu tubuh diberi asupan gizi seimbang 4 sehat 5 sempurna?

Efek dari pilihan yang kita ambil kini hanya waktu yang dapat menjawab hasilnya di masa mendatang.

Dalam hal skincare, mengeliminasi sumber masalah dari bahan-bahan iritan atau yang memicu kulit semakin dehidrasi adalah langkah awal agar tidak semakin memperparah inflamasi atau memicu produksi sebum berlebih di pori-pori tersumbat yang sudah ada, seperti:

  • Pembersih wajah yang kasar: sabun batang, pembersih yang menyerupai sabun batang, atau pembersih yang memakai surfactant yang kasar dan meninggalkan residu di kulit
  • Pewangi (fragrance) baik yang sintetis maupun alami, termasuk essential oil dengan segala bahan volatile yang bersifat alergen atau berpotensi memicu contact dermatitis.
  • Produk dengan volatile alcohol (ethanol, isopropyl alcohol, alcohol denat, SD-alcohol, alcohol) sebagai bahan pelarut utamanya yang mengganggu skin barrier
  • Berbagai jenis bahan pendingin (cooling agent), astringent atau yang memberi sensasi “segar” seperti menthol, camphor, mint atau witch hazel yang padahal reaksi tersebut adalah reaksi counter-irritant kulit untuk mengkompensasi inflamasi yang terjadi
  • Scrub-scrub abrasif yang kasar—terutama yang alami seperti walnut, apricot, gula, beras, kopi atau oat yang tekstur butirannya tidak dapat diprediksi hasil akhirnya—selain tidak dianggap efektif lagi untuk mengatasi jerawat, jika memiliki tekstur yang “berjeruji” micro, maka sangat mengerosi skin barrier dan mengganggu kemampuan kulit untuk menjaga kelembabannya.

KAPAN BEROBAT KE DOKTER Sp.KK

Untuk kondisi pori-pori tersumbat atau jerawat ringan, skincare dengan formula yang gentle dan bahan aktif yang efektif memang bisa membantu to a certain degree. Namun karena setiap kasus adalah hal yang unik dari berbagai faktor dan setiap individu memiliki genetik dan karakteristik kulit yang berbeda, jika kita telah mencoba semua upaya di atas dan dalam satu hingga dua bulan kondisi jerawat tidak kunjung membaik, maka langkah paling tepat adalah konsultasikan ke dokter spesialis kulit dan kelamin terdaftar untuk perawatan dengan obat topikal—yang harus melalui diagnosa, resep, dan pengawasan dokter—seperti benzoyl peroxide, retinoids, azelaic acid, antibiotic atau obat minum lainnya sehingga kondisi kulit dapat ditangani dengan tepat—terutama jika:

  • mengalami jerawat parah (nodulocystic acne), terasa nyeri, meradang dan mengganggu;
  • memiliki riwayat pemakaian dan/atau penyalahgunaan bahan obat (corticosteroids, merkuri, hydroquinone) pada produk skincare ilegal atau abal-abal maupun kelalaian pengobatan dalam jangka panjang yang menyebabkan breakout dan inflamasi akibat topical steroid withdrawal (efek negatif ketergantungan steroid);
  • mengalami infeksi atau kondisi kulit lain yang tampak seperti jerawat—tapi bukan jerawat—sehingga dapat didiagnosa dan diatasi dengan pengobatan yang tepat, seperti: M. folliculitis, bisul, rosacea, dsb.

Dengan konsultasi ke dokter, kita juga bisa mengkonsultasikan penyesuaian apa saja yang perlu dilakukan dari segi gaya hidup, makanan atau berbagai paparan lingkungan lain yang kini diketahui sebagai faktor exposome yang berkontribusi terhadap jerawat.

REFERENCES:

  • Aplikasi Konsil Kedokteran Indonesia, (Internet, last retrieved October 2020)
  • Pusat Informasi Obat Nasional BPOM, Akne & Rosacea (Internet, last retrieved October 2020)
  • Journal of Clinical and Aesthetic Dermatology, May 2012, Pages 32-40
  • Archives of Dermatological Research, 1996 Issue 5,  pages 245-248
  • Somatosensory & Motor Research, 1993, Issue 3, pages 235-244
  • Dermatitis. Jul/Aug 2018, Vol 29 (Issue 4): Pages 213-218
  • Indian Journal of Dermatology, Sep-Oct 2014, Vol 59 Issue 5, Pages 456-459
  • Journal of the European Academy of Dermatology and Venerealogy, September 2017, Vol.31 Issue S5, Pages 8-12
  • Journal of Cosmetic Dermatology, March 2010, Volume 9 Issue 1, Pages 22-27
  • Postinflammatory Hyperpigmentation, Journal of Clinical and Aesthetic Dermatology, July 2010, Vol 3 Issue 7, Pages 20-31