Terkadang proses memilah-milih produk dengan klaim anti-aging bisa membingungkan dengan semakin banyaknya pilihan dan janji-janji dengan berbagai jargon dan istilah marketing baru setiap tahunnya. Walau kadang dari sisi produsen atau product development memang exciting untuk menemukan studi terbaru tentang bahan skincare atau cosmeceuticals, sayangnya bagi beberapa konsumen, obsesi untuk menghentikan penuaan ini terkadang bukan sesuatu yang baik bagi kesehatan mental (mental health). Adapun terbatasnya istilah pengganti kata anti-aging itu sendiri—yang sebenarnya dimaksudkan untuk memperlambat tampilan penuaan dini to a certain degree, namun demi kejelasan konteks artikel ini maka tetap dipersingkat dengan istilah yang sudah dikenal konsumen awam—terkadang juga dapat memberi konotasi bahwa dengan bertambahnya usia suatu individu adalah sesuatu yang negatif atau wajib dibasmi di mana generasi yang sudah lebih senior seakan-akan sudah pasti semakin ‘usang’ dan lebih mudah untuk merasa tersingkirkan. Atau apakah mungkin justru ironi yang diambang batas misogynist dalam feminisme jika sesuatu yang memperjuangkan persepsi kebebasan berekspresi tanpa judgment tetapi ironinya harus memenuhi standar bahwa harus tampil muda terus walau sudah mulai beranjak dewasa?
Sejauh data yang ada, faktanya tetap adalah: proses penuaan adalah hal alami yang akan dijalani oleh semua orang dan bukan sesuatu yang bisa dihindari. Dari apa yang kini kita ketahui tentang faktor exposome, pendekatan anti-aging yang dimaksud melalui pembahasan ini lebih dengan bagaimana kita dapat menjalani proses penuaan kulit dengan sebaik mungkin: yaitu dengan berupaya untuk menjaga kesehatan kulit sepanjang mungkin dan berfungsi dengan baik pada tiap tahapan umur dalam jangka panjang.
N°1
ATUR EKSPEKTASI YANG REALISTIS
Seperti yang sudah dijelaskan pada artikel ini terkait bagaimana klaim produk sesuai regulasi yang berlaku di Indonesia, mengetahui batasan manfaat skincare sebagai kosmetik dan pada taraf mana kulit perlu tindakan: menyesuaikan ekspektasi hasil pemakaian skincare atau tahu ciri-ciri klaim skincare yang “halu” (bisa bekerja layaknya Botox, menggantikan prosedur face lift atau seakan filler dalam botol berpipet) akan menghindarkan kita dari kekecewaan dan menghemat isi dompet dalam jangka panjangnya.
N°2
SUNSCREEN
Sudah cukup jelas bahwa 90% dari tampilan yang akan tidak kita sukai dari kulit adalah karena paparan berlebih sinar UV. Alih-alih khawatir berlebih tanpa alasan solid terhadap bahan yang justru dapat melindungi dari sumber kanker, perlindungan dari radiasi UV—baik yang dioles maupun berbagai upaya mudah lainnya—adalah fondasi skincare yang baik, tanpa perlu dinegosiasi lagi.
N°3
JAUHI SUMBER PRO-AGING
Tidak melulu sesuatu yang dioles, hal-hal sesederhana memasukkan ke dalam tubuh berbagai bahan dari produk konsumsi yang terang-terangan diberi label “membunuhmu”: rokok atau minuman beralkohol (serta dapat diperiksa bagaimana industrinya memberi insentif bagi para pelaku usahanya dibanding produk penunjang kesehatan)—sudah cukup menjadi indikator bahwa apa yang “terasa enak”, “bikin rileks” dan “penghindar stress” yang kita sukai bukan selalu sesuatu yang baik untuk fungsi tubuh (yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan kulit).
N°4
SOSIAL MEDIA
Terima fakta bahwa apa yang diunggah ke sosial media tidak sepenuhnya adalah momen & tampilan yang candid apa adanya—baik dari filter, endorsement terselubung atau preset photo editing berlapis-lapis—adalah sesuatu yang sudah sedemikian rupa direncanakan matang-matang serta tidak sepenuhnya merepresentasikan gaya hidup masyarakat pada umumnya.